Archive for Mei 2014

Membangun Lembaga Dakwah Ideal

Membangun Lembaga Dakwah Ideal
Oleh: Ust. Gonda Yumitro

Kuliah Dakwah Islam (KDI) PDNA Kota Malang) telah memasuki pertemuan ke-6. Berikut hasil ringkasan kajian pada hari Ahad, 18 mei ba’da Ashar-selesai:
ü  Orang besar akan merasakan kelelahan fisik yang luar biasa. Orang besar adalah orang yang berpikir tidak hanya untuk dirinya sendiri.
ü  Islam itu agama yang paling tinggi dan tidak ada yang lebih tinggi daripada Islam.
ü  Gelapnya hati ketika kita maksiat. Jangan bermaksiat pada siang hari agar bisa sholat malam.
ü  Kelezatan di dunia ada tiga, yaitu:
1.       Qiyamullalil
2.      Bertemu saudara seiman yang saling mencintai karena Allah
3.      Sholat jama’ah
ü  Memegang petunjuk atau hidayah dari Allah itu terasa berat tetapi itu merupakan tantangan. Ingat QS. Al-Ankabut: Semua itu karena surga tidak gratis.
ü  Cara yang dapat kita lakukan untuk membangun lembaga dakwah yang ideal yaitu:
1.       Niatkan ikhlas di jalan Allah dan beramal untuk Allah. Perkara yang paling berat dalam jiwa kita adalah ikhlas. Dakwah niatkan karena Allah yaitu ikhlas untuk Allah. Terlalu rendah cita-cita kita dalam dakwah jika niatnya selain karena Allah. Misalnya karena bayaran atau ingin disebut-sebut sebagai aktivis dakwah. Orang yang seperti itu maka dia tidak dapat suatu apapun. Caranya agar ikhlas adalah belajar menata niat. Ikhlas adalah pembelajaran yang terus menerus. Ikhlas itu menyembunyikan kebaikan sebagaimana menyembunyikan keburukan. Takjub pada diri sendiri bisa menghapus amalan kita.
2.      Berdakwah harus punya ilmu
Ilmu yang harus dimiliki meliputi ilmu tentang apa yang akan kita dakwahkan (Al-Qur’an dan Sunnah) dan Ilmu tentang Allah dan Rasulullah (Allah itu Maha Memberi Rezeki jadi jangan pernah ragu dengan rezeki Allah)
3.      Memiliki ilmu tentang mad’u atau objek dakwah
4.      Dakwah mulai dari diri sendiri karena dakwah yang bermakna adalah dakwah dengan keteladanan
5.      Sabar dalam berdakwah


Senin, 19 Mei 2014
Posted by Unknown

Mengenal Dakwah Muhammadiyah

Ahad, 4 Mei 2014
Seperti biasa, setiap Ahad jam 09.00 pagi PDNA Kota Malang menyelenggarakan Kuliah Dakwah Islam (KDI). Pagi ini tema yang dibahas Fiqih Dakwah Praktis yang akan disampaikan oleh Ustadz Sholeh Subagja, S.Pd.I, M.Pd.I. Bagaimana kisah KDI pagi ini?Pagi ini kulangkahkan kaki meninggalkan rumah. Sedikit berat memang karena ada suatu hal. Lagipula saya tak pernah tahu siapa itu Ustadz Sholeh dan bagaimana cara menyampaikannya. Sejam kemudian tibalah saya di masjid Imam Bukhari PDM Kota Malang. Memasuki masjid, sudah berjajar rapi santri KDI. Saya segera duduk karena ternyata materi sudah dimulai. Wah sudah tertinggal 15 menit ini. Saya keluarkan catatan dan mulai mencatat. Begini isinya...

Penyampaian Materi:
Dakwah secara bahasa artinya menyeru. Fiqih artinya pemahaman. Jadi fiqih dakwah adalah sebuah pemahaman terhadap hal-hal yang berhubungan dengan dakwah. Hukum dakwah Islam adalah wajib ‘ain (dakwah untuk menyelamatkan diri dan keluarga yang terdapat dalam QS. At-Tahrim:6) dan wajib kifayah (dakwah kepada umum yang sifatnya sesuai kapasitas). Hukum dakwah Islam terdapat pada QS. Al-Ma’idah: 67 dan QS.An-Nahl:125. Pada QS.An-Nahl:125 dijelaskan bahwa berdakwah dengan hikmah. Hikmah artinya bijaksana, yaitu seorang da’i memahami mad’u (objek dakwah) sehingga kebutuhan mad’u terpenuhi, tepat sasaran, dan sesuai kondisi. Sumber dakwah antara lain Al-Qur’an, Sunnah, Jejak sahabat, para ulama, dan pengalaman.
            Dinamika dakwah Muhammadiyah terdiri dari karakteristik mad’u, misi dakwah Muhammadiyah, strategi dakwah Muhammadiyah, dan tantangan dakwah Muhammadiyah. Karakteristik mad’u ada dua yaitu umat ijabi (umat Islam) dan umat dakwah (umat non Islam). Umat ijabi merupakan umat yang wajib diseru dengan cara purifikasi. Misi dakwah Muhammadiyah adalah dinamisasi dan purifikasi. Strategi dakwah Muhammadiyah yaitu dinamis (fleksibel dengan cara melihat kodisinya), kreatif (tidak monoton, banyak cara, banyak ide), dan inovatif (merespon hal-hal yang baru). Tantangan dakwah Muhammadiyah terdiri dari internal dan eksternal. Internal yaitu kualitas dan kompetensi kader, militansi, dan pudarnya keikhlasan. Eksternal terdiri dari ormas Islam dan non muslim (Kristensasi, Orientalis, Kolonialis). Tantangan yang lain adalah faham liberalisme.
Sesi Tanya Jawab:
Orang pinter/cerdas adalah orang yang ketika membaca buku tidak langsung mengikuti isi buku tetapi bisa membandingkan dengan yang lain. Jadi jika menerima ataupun menolak isi buku dengan argumentasi yang jelas sehingga tidak mudah terpengaruh dengan isi buku. Orang yang tidak tersentuh dengan Al-Qur’an maka hatinya mati. Liberalisasi dalam pemikiran itu boleh yaitu pada tataran wacana tetapi tidak boleh liberalisasi secara aplikatif. Dahulukan untuk mengikuti petunjuk Allah yang terdapat dalam Al-Qur’an daripada mengikuti petunjuk orang. Sumber ajaran Islam itu Al-Qur’an dan Sunnah. Metode untuk menetapkan hukum ada ijma’ dan qiyas. Khilafah tidak pas jika diterapkan sekarang. Khilafah jaman Abu Bakar sd Ali ditetapkan atas dasar forum musyawarah. Kalau khilafah jaman Bani Umayyah dan Abbasiyah sudah seperti kerajaan yang turun temurun. Relasi antara agama dan negara yaitu negara mengatur agama, theokrasi (agama mengatur negara) dan sekuler (memisahkan antara agama dan negara). Jadi dahulukan tuntunan Allah kemudian tuntunan Nabi.

Selesai mencatat maka berakhir pula KDI pagi ini. Saya mendapat pengetahuan yang baru, menjawab beberapa pertanyaan yang sempat tersimpan dalam memori, dan penyampaian materinya juga bagus. Wah rasanya tidak rugi telah datang ke KDI pagi ini. Datang dengan wajah sendu dan tak bersemangat namun berakhir dengan wajah sumringah dan semangat. Benar-benar mendapat pencerahan ini. Satu hal yang pasti, saya telah mendapat bukti (lagi) “ekspektasi berlebihan adalah awal dari kekecewaan” nah sebaliknya “ekspektasi yang biasa saja biasanya berakhir dengan hal-hal yang luar biasa, kejutan yang indah” ^_^ 

Minggu, 04 Mei 2014
Posted by Unknown

Kepemimpinan Perempuan

Menurut agama Islam, pada dasarnya perempuan dan laki-laki memiliki derajat yang sama. Hal ini ditegaskan dalam firman Allah SWT:
مَنْ عَمِلَ صَالِحًا مِنْ ذَكَرٍ أَوْ أُنْثَى وَهُوَ مُؤْمِنٌ فَلَنُحْيِيَنَّهُ حَيَاةً طَيِّبَةً وَلَنَجْزِيَنَّهُمْ أَجْرَهُمْ بِأَحْسَنِ مَا كَانُوا يَعْمَلُونَ

Artinya: “Barangsiapa yang mengerjakan amal saleh, baik laki-laki maupun perempuan dalam keadaan beriman, maka sesungguhnya akan Kami berikan kepadanya kehidupan yang baik dan sesungguhnya akan Kami beri balasan kepada mereka dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan.” [QS. an-Nahl (16): 97]
وَالْمُؤْمِنُونَ وَالْمُؤْمِنَاتُ بَعْضُهُمْ أَوْلِيَاءُ بَعْضٍ يَأْمُرُونَ بِالْمَعْرُوفِ وَيَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنْكَرِ وَيُقِيمُونَ الصَّلاَةَ وَيُؤْتُونَ الزَّكَاةَ وَيُطِيعُونَ اللهَ وَرَسُولَهُ أُولَئِكَ سَيَرْحَمُهُمُ اللهُ إِنَّ اللهَ عَزِيزٌ حَكِيمٌ.

Artinya: “Dan orang-orang yang beriman, lelaki dan perempuan, sebahagian mereka (adalah) menjadi penolong bagi sebahagian yang lain. Mereka menyuruh (mengerjakan) yang ma'ruf, mencegah dari yang munkar, mendirikan shalat, menunaikan zakat dan mereka taat pada Allah dan Rasul-Nya. Mereka itu akan diberi rahmat oleh Allah; sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.” [QS. at-Taubah (9): 71]

Perspektif Muhammadiyah tentang Pemimpinan Perempuan
a. Putusan Majelis Tarjih tentang Kepemimpinan Perempuan
Putusan Majelis Tarjih yang berkaitan dengan kepemimpinan perempuan yang terhimpun
dalam satu kitab yang dinamai Adabul Mar’ah fiil Islam. Risalah ini dihasilkan dalam Muktamar Tarjih ke 18 yang dilangsungkan di Garut. Dalam keputusan ini topik kepemimpinan perempuan terdapat pada bab “wanita dalam bidang politik” dan bab “bolehkah wanita menjadi hakim”.
Pada QS. At-Taubah: 71 dipahami oleh Majelis Tarjih sebagai ayat yang mendorong setiap Muslim dan Muslimah untuk berkiprah secara intensif dalam kegiatan-kegiatan amar bil ma’ruf dan nahi ‘anil-munkar yang mencakup berbagai bidang kehidupan.  Majelis Tarjih menjelaskan bahwa peran perempuan dalam politik dapat diimplementasikan dalam dua peran. Pertama peran yang bersifat langsung dan kedua peran tidak langsung. Peran langsung diwujudkan dalam bentuk keterlibatan dalam badan legislatif, mulai dari pusat hingga daerah. Untuk itu, menurut Majelis Tarjih
“kaum wanita harus ikut serta dan berjuang untuk mencapai jumlah perwakilan yang memadai.” Sedangkan peran tidak langsung dapat direalisasikan dalam kegiatan-kegiatan penyadaran politik mulai dari rumah tangga, masyarakat, dengan cara “mengambil bagian aktif dan mengisi kesempatan-kesmpatan yang bermanfaat di dalam masyarakat, dan pengisian lembaga-lembaga kemasyarakatan.  Di samping itu, dengan mengutip surat At-Taubah ayat 71,  Majelis Tarjih memandang bahwa laki-laki dan perempuan bertanggungjawab atas kegiatan amar bil ma’ruf dan nahi ‘anil munkar untuk menegakkan keadilan dan menghapus kelaliman. Karena itu, meskipun secara faktual di lapangan laki-laki banyak mengisi berbagai lapangan kehidupan, namun perempuan pun diberikan kesempatan yang sama. Sebab tidak ada satu teks pun yang melarang perempuan untuk melakukan kegiatan-kegiatan yang selama ini lebih banyak diisi oleh laki-laki, sepanjang tidak keluar dari bingkai kebaktian (amal sholeh) kepada Allah. Karena itu, “bagaimana halnya seorang wanita menjadi hakim, direktur sekolah, direktur perusahaan, camat, lurah, menteri, walikota, dan sebagainya? Agama tidak memberikan alasan bagi yang menolak atau menghalang-halangi”.
b. Fatwa Majelis Tarjih tentang Kepemimpinan Perempuan
Fatwa ini ditemukan pada “bab masalah wanita” dalam kumpulan fatwa Majelis Tarjih yang dihimpun dalam buku Tanya Jawab Agama Jilid IV. Majelis Tarjih menyatakan bahwa ada tiga nash yang biasa digunakan menjadi argumentasi larangan perempuan menjadi pemimpin, yaitu:
Pertama: “Kaum laki-laki adalah pemimpin bagi perempuan, karena Allah telah menganugerahkan kelebihan sebagian mereka (laki-laki) atas sebagian yang lain (perempuan) dan karena mereka (laki-laki) memberikan nafkah dari hartanya...” (Q.S. Ali-Imran: 4)
Kedua: “Tidak beruntung satu kaum yang menyerahkan urusan mereka kepada perempuan.”
Ketiga: “Tibalah saatnya kehancuran kaum laki-laki jika ia tunduk kepada perempuan.”
Namun ketiga nash tersebut menurut Majelis Tarjih tidak dapat dijadikan dalil untuk menolak kepemimpinan perempuan. Alasan yang dikemukan oleh Majelis Tarjih adalah nash pertama berisikan informasi yang membicarakan hubungan privat laki-laki dan perempuan di
lingkungan rumah tangga. Sesuai konteks historis atau sabab nuzul-nya, ayat ini turun atas kasus pembangkangan atau nushuz yang dilakukan oleh istri Sa’ad ibn Ar-Rabbi yang karenanya ditampar oleh Sa’ad. Karena itulah ia melaporkan kepada Rasulullah SAW supaya beliau memberikan hukuman qishash. Saat itu, Nabi tidak melakukan qishash karena sesuai semangat zamannya, apa yang dilakukan Sa’ad masih dalam kapasitasnya sebagai pemimpin rumah tangga. Dengan
demikian, nash ini tidak dapat digunakan sebagai dalil untuk persoalan kepemimpinan perempuan secara umum. Sedangkan nash kedua, menurut Majelis Tarjih harus dibaca dalam konteks semangat
zamannya bukan dalam arti harfiahnya. Melalui penelusuran sejarah yang mengitari latar belakang hadis dimaksud diketahui bahwa ia disabdakan Nabi SAW di tengah suasana yang belum berpihak kepada perempuan, yaitu suatu suasana yang dicirikan dengan masih adanya tradisi penguburan bayi perempuan hidup-hidup, perempuan masih diposisikan di ranah domestik dan lain-lain, dan karenanya Rasulullah SAW berupaya mengangkat derajat perempuan. Sedangkan nash ketiga sama sekali tidak dapat digunakan sebagai dalil karena hadis tersebut adalah hadis dhaif, dikarenakan dalam sanadnya ada rawi bernama Bakr ibn Abdil ‘Aziz yang didhaifkan oleh para ahli hadis. Saat ini dimana perempuan sudah mengenyam dunia pendidikan dan memahami persoalan-persoalan kemasyarakatan yang karenanya bisa menggenggam wilayah yang selama ini dimasuki dunia
laki-laki, maka tidak ada alasan untuk menolak perempuan tampil sebagai pemimpin di tengah masyarakat, karena hakekatnya itu merupakan bagian dari amal sholeh yang terbuka untuk laki-laki dan perempuan sebagaimana yang diajarkan Al-Qur’an dalam surat An- Nahl ayat 97 yang berbunyi: ahl ayat 97 yang berbunyi “Barang siapa yang mengerjakan amal sholeh bagi laki-laki
maupun perempuan dalam keadaan beriman maka sesungguhnya akan Kami berikan kepadanya yang baik sesungguhnya. Kami akan beri balasan mereka dengan pahala yang lebih baik daripada apa yang telah mereka lakukan.”

# disampaikan pada diskusi immawati Brawijaya



Kamis, 01 Mei 2014
Posted by Unknown

Hak-hak Perempuan

Hak asasi perempuan adalah hak yang dimiliki oleh seorang perempuan, baik karena ia seorang manusia maupun sebagai seorang perempuan. UU HAM memberikan perlindungan atas hak-hak perempuan. Hak-hak perempuan berdasarkan UU HAM antara lain:
1. Hak-Hak Perempuan di Bidang Politik
Seorang perempuan mempunyai hak untuk turut serta dalam pemerintahan. Hak-hak perempuan di bidang politik berdasarkan UU HAM, antara lain :
a. Hak untuk berpartisipasi dalam pemerintahan dengan ikut serta dalam perumusan kebijakan pemerintah dan pelaksanaan kebijakan.
b. Hak untuk dipilih dan memilih dalam pemilihan berkala yang bebas untuk menentukan wakil rakyat di pemerintahan.
c. Hak untuk ambil bagian dalam organisasi-organisasi pemerintah, non-pemerintah, dan himpunan-himpunan yang berkaitan dengan kehidupan pemerintah dan politik negara tersebut.
Hak-hak perempuan di bidang politik dalam Islam telah diatur sebagai berikut:
a.       Pada QS. At-Taubah: 71 dijelaskan bahwa laki-laki dan perempuan sebagian mereka menjadi penolong bagi sebagian yang lain. Kaum perempuan Islam suatu saat diperlukan untuk ikut memikirkan hal-hal yang berkaitan dengan ketatanegaraan dan ikut serta menggerakkan.
b.      Ajaran Islam menyeluruh sehingga setiap muslim dan muslimah harus memiliki kesadaran politik. Adapun politik praktis harus dilaksanakan oleh orang yang memiliki pengalaman dan kemampuan di bidang itu.  
2. Hak-hak perempuan di bidang kewarganegaraan
Setiap perempuan mempunyai hak yang sama untuk mendapatkan kewarganegaraan suatu negara ketika mereka dapat memenuhi syarat-syarat yang ditentukan oleh peraturan perundang-undangan di negara terkait. Seorang perempuan mempunyai hak untuk memperoleh, mengganti atau mempertahankan kewarganegaraanya akibat pernikahannya dengan seorang pria.
3. Hak-hak perempuan di bidang pendidikan dan pengajaran
Setiap manusia di dunia ini berhak untuk mendapatkan pendidikan dan pengajaran, tidak terkecuali untuk semua perempuan. Setiap perempuan sama halnya dengan setiap laki-laki mempunyai hak untuk mendapatkan pendidikan dan pengajaran. Kaum perempuan diciptakan oleh Allah SWT di dunia ini agar bersama dengan laki-laki beramal dan berjuang untuk mencukupi keperluan pembinaan masyarakat, memelihara, dan memakmurkan dunia. Perempuan diperintahkan untuk belajar dan mencari ilmu.
4. Hak-hak perempuan di bidang profesi dan ketenagakerjaan
Berkaitan dengan hak perempuan di bidang profesi dan ketenagakerjaan, terdapat hak-hak yang harus didapatkan perempuan baik sebelum, saat, maupun sesudah melakukan pekerjaan. Sebelum mendapat pekerjaan, seorang perempuan mempunyai hak untuk mendapatkan pekerjaan yang sesuai dengan kemampuannya. Saat mendapat pekerjaan, seorang perempuan juga mempunyai hak-hak mendapatkan upah sesuai dengan pekerjaannya, mendapatkan kondisi kerja yang aman dan sehat, kesempatan yang sama untuk dapat meningkatkan pekerjaannya ke tingkat yang lebih tinggi, termasuk juga hak untuk mendapatkan pelatihan untuk meningkatkan kualitas pekerjaannya. Setelah perempuan berhenti bekerja, seorang perempuan juga mempunyai hak untuk mendapatkan pesangon yang adil dan sesuai dengan kinerja dan kualitas pekerjaan yang dilakukannya.
5. Hak-hak perempuan di bidang kesehatan
Hak-hak perempuan di bidang kesehatan berkaitan dengan fungsi reproduksinya. Seorang perempuan mempunyai kodrat untuk mengalami kehamilan, menstruasi setiap bulan dan juga kekuatan fisik yang lebih lemah dibandingkan laki-laki. Adanya hal-hal tersebut inilah maka kemudian dirasakan perlu untuk melakukan perlindungan kepada perempuan.
6. Hak-hak perempuan untuk melakukan perbuatan hukum
                 Setiap perempuan mempunyai hak untuk melakukan perbuatan hukum yang diakui baik di tingkat internasional maupun nasional. Perempuan mendapat  jaminan atas hak-hak perempuan yang berhubungan dengan hukum dan masyarakat.
7. Hak-hak perempuan dalam ikatan /putusnya perkawinan
Dalam sebuah perkawinan adakalanya dimana pasangan suami istri terpaksa harus melakukan perceraian atau yang disebut dengan putusnya perkawinan. Hak perempuan dalam ikatan atau putusnya perkawinan berdasarkan UU HAM sebagai berikut:
a.       “Setelah putusnya perkawinan, seorang wanita mempunyai hak dan tanggungjawab yang sama dengan mantan suaminya atas semua hal yang berkenaan dengan anak-anaknya, dengan memperhatikan kepentingan terbaik bagi anak”.
b.      “Setelah putusnya perkawinan, seorang wanita mempunyai hak yang sama dengan mantan suaminya atas semua hal yang berkenaan dengan harta bersama tanpa mengurangi hak anak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan”.
Begitu pula dengan Islam yang memberikan jaminan hak-hak perempuan. Perempuan memiliki hak-hak yang telah diatur dalam Islam, antara lain:
1.      Pada Masa Kanak-kanak
Perempuan memiliki hak hidup dengan adanya perintah larangan membunuh anak perempuan, mendapat penjagaan dan nafkah dari orangtuanya sampai ia menikah. Perempuan juga memiliki hak mendapatkan harta warisan.
2.      Pada Masa Pernikahan
Perempuan memiliki hak menentukan pendamping hidupnya dan diperkenankan menolak calon suami yang diajukan orang tua atau kerabatnya bila tidak menyukainya. Perempuan juga memiliki hak mendapatkan mahar dari laki-laki yang ingin menikahinya dan mahar itu tidak boleh diambil sedikitpun kecuali dengan keridhoannya. Perempuan juga mendapat hak atas larangan laki-laki menikahi ibu tirinya. Seorang janda juga diberi hak untuk memilih pasangannya (calon suami) untuk membina hidup barunya selepas habis masa iddah-nya
3.      Pada Masa Menjadi Istri
Perempuan mendapat hak memperoleh perlakuan yang baik dari suaminya, memperoleh nafkah, pengajaran, penjagaan, dan perlindungan. Islam memberi hak kepada suami untuk menceraikan isterinya, tetapi hak itu harus digunakan dengan penuh amanah dan tanggung jawab yaitu dengan adanya pembatasan talak.
4.      Pada Masa Menjadi Ibu
Perempuan memiliki hak untuk menerima perbuatan baik dari anaknya.  Perempuan juga berhaK mengatur harta kekayaannya sendiri.

Posted by Unknown

Arsip Blog

Diberdayakan oleh Blogger.

Jumlah Pengunjung

- Copyright © Innany Mukhlishina -